Rasional vs Irasional
Apakah semakin tinggi tingkat pendidikan menjamin kenaikan tingkat upah yang signifikan?
Pertanyaan di atas sifatnya rasional dan ekspektasi jawaban yang diharapkan adalah "Ya".
"Ya kalau situ punya gelar Master, Doktor, Profesor pasti kerjanya di tempat bagus yang gajinya tinggi", kata Tugiyo (bukan nama sebenarnya) kepada temannya. Benarkah seperti itu?
(Sepertinya) dibeberapa penelitian memang banyak yang menemukan hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan upah yang didapat. Tapi... tingkat pendidikan bukan satu-satunya faktor yang menentukan tingkat upah seseorang.
Dalam konteks ini, mari kita abaikan pengaruh tingkat pendidikan dengan kenaikan upah di aparatur sipil negara/sejenisnya hehe, karena kenaikan upah mereka sudah diatur oleh regulasi pemerintah.
Kalau saja tingkat pendidikan dijadikan sebagai satu-satunya tolak ukur pendapatan seseorang mungkin tidak akan ada "tukang bubur naik haji".
Salah satu asumsi teori ekonomi klasik adalah rasionalitas. Tidak salah jika ekspektasi seseorang yg memiliki pendidikan tinggi adalah mendapatkan pekerjaan yang baik, elit, dan banyak duit. RASIONAL. Tapi terkadang kalau kita hanya melihat dampak satu parameter saja mungkin saatnya kita kita harus berfikir IRASIONAL.
Sudah lazim di masyarakat kita percaya bahwa makin tinggi pendidikan bisa mengantarkan seseorang pada kesuksesan (dalam hal mendapatkan upah atau pendapatan). Ya, saya juga pikir demikian.. Kalau saya rasional.
Bagaimana jika, ada pedagang warteg, pedagang sayur, bakul nasi goreng gerobak, pengusaha warkop indomi, dsb yang (mungkin) sebagian dari mereka tidak mengenyam pendidikan formal/pendidikan tinggi tapi memiliki penghasilan lebih tinggi daripada pekerja di bidang formal berpendidikan mentereng?
Irrational, isn't it? (ingat hanya satu parameter yang saya bahas).
Secara implisit mungkin seperti ini,
upah = f(tingkat pendidikan, faktor lainnya),
tingkat pendidikan makin tinggi upah meningkat (+), faktor lainnya diasumsikan konstan --> orang RASIONAL
atau
upah = f(kerja keras, usaha, doa, faktor lainnya),
tukang bubur naik haji nih, kerja keras (+), usaha (+), doa (+), faktor lainnya diasumsikan konstan --> orang IRASIONAL.. anggep aja mamang tukang buburnya lulusan SD hehe.
Jadi, sebagai pengamat receh yang belum dalam memahami ilmu ekonomi terkadang melihat suatu hal itu sesekali di luar nalar dan di luar teori yang ada untuk dapat melihat sudut pandang yang lebih luas. Jangan takut juga untuk berusaha (yang halal) bagi teman-teman yang minder dengan tingkat pendidikannya atau tidak bekerja di sektor formal yang bonafit kata orang hehe.
Sebentar lagi saya bilangin si Tugiyo supaya belajar yang giat biar sukses, tapi juga dipadu juga dengan kerja keras, usaha, dan doa :D
Pertanyaan di atas sifatnya rasional dan ekspektasi jawaban yang diharapkan adalah "Ya".
"Ya kalau situ punya gelar Master, Doktor, Profesor pasti kerjanya di tempat bagus yang gajinya tinggi", kata Tugiyo (bukan nama sebenarnya) kepada temannya. Benarkah seperti itu?
Sumber: https://www.pacific.edu/Images/school-graduate/body/Cap-and-Degree-Icon.png |
(Sepertinya) dibeberapa penelitian memang banyak yang menemukan hubungan positif antara tingkat pendidikan dengan upah yang didapat. Tapi... tingkat pendidikan bukan satu-satunya faktor yang menentukan tingkat upah seseorang.
Dalam konteks ini, mari kita abaikan pengaruh tingkat pendidikan dengan kenaikan upah di aparatur sipil negara/sejenisnya hehe, karena kenaikan upah mereka sudah diatur oleh regulasi pemerintah.
Kalau saja tingkat pendidikan dijadikan sebagai satu-satunya tolak ukur pendapatan seseorang mungkin tidak akan ada "tukang bubur naik haji".
Salah satu asumsi teori ekonomi klasik adalah rasionalitas. Tidak salah jika ekspektasi seseorang yg memiliki pendidikan tinggi adalah mendapatkan pekerjaan yang baik, elit, dan banyak duit. RASIONAL. Tapi terkadang kalau kita hanya melihat dampak satu parameter saja mungkin saatnya kita kita harus berfikir IRASIONAL.
Sudah lazim di masyarakat kita percaya bahwa makin tinggi pendidikan bisa mengantarkan seseorang pada kesuksesan (dalam hal mendapatkan upah atau pendapatan). Ya, saya juga pikir demikian.. Kalau saya rasional.
Bagaimana jika, ada pedagang warteg, pedagang sayur, bakul nasi goreng gerobak, pengusaha warkop indomi, dsb yang (mungkin) sebagian dari mereka tidak mengenyam pendidikan formal/pendidikan tinggi tapi memiliki penghasilan lebih tinggi daripada pekerja di bidang formal berpendidikan mentereng?
Irrational, isn't it? (ingat hanya satu parameter yang saya bahas).
Secara implisit mungkin seperti ini,
upah = f(tingkat pendidikan, faktor lainnya),
tingkat pendidikan makin tinggi upah meningkat (+), faktor lainnya diasumsikan konstan --> orang RASIONAL
atau
upah = f(kerja keras, usaha, doa, faktor lainnya),
tukang bubur naik haji nih, kerja keras (+), usaha (+), doa (+), faktor lainnya diasumsikan konstan --> orang IRASIONAL.. anggep aja mamang tukang buburnya lulusan SD hehe.
Jadi, sebagai pengamat receh yang belum dalam memahami ilmu ekonomi terkadang melihat suatu hal itu sesekali di luar nalar dan di luar teori yang ada untuk dapat melihat sudut pandang yang lebih luas. Jangan takut juga untuk berusaha (yang halal) bagi teman-teman yang minder dengan tingkat pendidikannya atau tidak bekerja di sektor formal yang bonafit kata orang hehe.
Sebentar lagi saya bilangin si Tugiyo supaya belajar yang giat biar sukses, tapi juga dipadu juga dengan kerja keras, usaha, dan doa :D
Comments
Post a Comment